Judulnya sedikit frontal banget ya? Sikunir adalah spot paling baik untuk mendapatkan golden sunrise mana mungkin tidak berwarna lagi. Sebetulnya judul tersebut adalah sebuah ungkapan kekecewaan terhadap diri sendiri karena tidak mampu melihat jadwal yang tepat untuk mendapatkan matahari terbit di Sikunir. *huft*
Berawal dari sebuah percakapan menjadi sebuah rencana yang cukup mendadak bersama Ridwan dan Neni, kita hanya memerlukan waktu 1 jam setelah percakapan itu selesai untuk mempersiapkan diri melakukan perjalan yang cukup jauh ke Puncak Sikunir, Wonosobo. Jadilah kita kumpul jam 12 malam di Kontrakan saya dan secara kebetulan Pey datang "Wei Mang ayo ikut ke Sikunir!!" ajak Ridwan. "Serius berangkat jam segini?! ya udah tunggu, aku balik dulu mau bawa tas" jawab Pey. selang 15 menit Pey kembali ke kontrakan saya, kita langsung saja berdoa untuk mengawali perjalan kita.
Purwokerto - Sikunir cukup jauh, perjalan menggunakan motor bisa ditempuh minimalnya 3 jam apabila suasana jalan sepi namun lama perjalanan kami sekitar 3 jam lebih 30 menit, maklum badan sempat menggigil hampir hiportemia ketika sudah mendekati parking area. Saya sendiri mulai panik dengan keadaan tubuh saya sendiri, bernafas dan menelan ludah sendiri itu susah sekali padahal kami belum sampai di parking area Sikunir. Untungnya saya sedia obat meskipun hanya Antangin JRG (gak boleh ngiklan) sadar saya menjalankan motor dari Purwokerto tidak menggunakan sarung tangan, akhirnya saya pun membelinya dijalan sekedar untuk menghangatkan tangan saya.
Setelah sampai di parking area Sikunir, lansung saja kami mendaki menuju puncak Sikunir.
"Gelap Pey, kamu bawa flash light gak?" saya bertanya kepada Pey
"engga A! AA sih dadakan sekali aku jadi lupa, coba tanya Ridwan barangkali bawa." "Wan, bawa flash light??" "engga bawa AA, ini pake flash hp aja" "dodol sama aja kali, itu namnaya flash light juga! makasih ya Wan." Akhirnya saya bisa melihat jalan sendiri meskipun cahaya dari flash handphone kurang terang. Ditengah perjalanan tiba-tiba turun hujan rintik-rintik, entah memang hujan betulan atau hanya dari embun. Apapun itu yang jelas pertanda buruk bagi rencana kita yang ingin melihat matahari terbit.
"Pey ada air turun dan kabutnya tebal sekali, kayanya kita gak bisa melihat matahari terbit, 101% yakin sumpah Pey!" "ya udah A, sekarang yang penting naik ke puncak, eh A lihat si Ridwan sama Neni?" "wah iya! buset dah mereka lagi pacaran tertinggal jauh di belakang kita Pey!" "ya sudah di tunggu dulu saja A" "bukan disini lah, diatas saja, nanti malah menghalangi jalan pendakian, tuh lihat sempit." akhirnya kita melanjutkan pendakian kita, setelah sampai di puncak kita menunggu mereka hampir 15 menit, akhirnya kita mulai panik dan memanggil mereka
"Ridwan !!! anak kontrakan P3!! Ridwan!!" berkali-kali kita berteriak sampai sekiranya cahaya cukup untuk setiap manusia bisa melihat wajah orang yang ada dihadapannya, saya dan Pey akhirnya berhenti dan memilih bungkam karena malu. "
ya sudah lah, tinggal saja. ayo kita pacaran (ya kali kita gay) foto-foto Pey!" "iya A, nanti juga ketemu."
Meskipun keadaan disana berselimut kabut tebal tapi saya tetap semangat menjepret frame demi frame menggunakan kamera saku/pocket/digital (whatever istilahnya apaan :D haha)
|
Pey!! kabutnya sangat tebal terlihat langit terlukis warna emas namun terhalang kabut tebal *sad* |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar